Membaca Sastra Bangsal Sri Mangasti karya Suminto A. Sayuti




Judul : Bangsal Sri Manganti
Pengarang : Suminto A. Sayuti
Tahun : Cetakan Pertama: September 2013
Penerbit : Pustaka Pelajar
Tebal Buku : 89 Halaman
ISBN : 978-602-229-259-8

Bangsal Sri Manganti adalah kumpulan puisi karya penulis asal Purbalingga, Jawa Tengah, Suminto A. Sayuti. Beliau adalah salah satu dosen di Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta. Buku ini kebanyakan mengisahkan tentang cinta dan kasih dalam sedikit balutan budaya Jawa yang kuat. Buku ini berisi 60 puisi yang diantaranya adalah:
Dari Bangsal Sri Manganti, Keraton Yogyakarta, Suatu Hari
 Syair Pengantin (1)
 Syair Ulang Tahun
 Syair dari Jalanan
 Siang Makkah
 Malam Madinah
Senja Madinah
Siang Arafah
Di Pinggir Kolam, Malam-Malam
Syair di Pematang
Sarapan Pagi BersamaMu
Telaga Putri
 Utara
Biarkan
Jarak
Mulutmu 
Pelabuhan
Syair Anjing
Kidung Pengantin
Syair Pengantin (2)
Surat Alfiah dari Makkah
Sebuah Goa di Puncak Bukit
Pintu Goa
Lautan Cahaya
Bukit Cahaya
Biarkan Aku Kembali
Melintasi Kotamu
Pada Suatu Waktu
Belajar Berhitung
Menapaki Jalanan
Kampus UPSI, Malaysia, Suatu Hari
Syair Batari
Jakarta
Puisi Sore Hari
Ruang Pendadaran
Gerbong
Batu Kali
Melepas Matahari
Narasi Penyeberangan
Idul Adha (1)
Idul Adha (2)
Narasi Sehari-Hari
Notasi Keseharian (1)
Notasi Keseharian (2)
Syair Air
Kita pun Sampai
Syair Puncak
Syair Bandar Udara
Narasi Stasiun
Secangkir Kopi
Syair Pintu
Syair Pulang
Narasi-Narasi Kecil
Pohon Trembesi, Pagi Songgoriti
Syair Sangkar
Rumah Kata
Syair Embun Pagi
Mari, Mari Belajar Lagi
Aroma Cempaka
Episoda (2)
Kumpulan puisi ini sebagian besar mengisahkan kehidupan asmara yang dikemas dengan diksi khas Suminto yang epik. Di lain sisi sendiri, Bangsal Sri Manganti memiliki arti berupa suatu tempat untuk mementaskan kesenian budaya Keraton Yogyakarta dan digunakan pula sebagai tempat Sultan menjamu tamu. 
Puisi berjudul “Dari Bangsal Sri Manganti, Keraton Yogyakarta, Suatu Hari” kita disuguhkan dengan nuansa budaya jawa. Khususnya budaya Jawa Keraton Yogyakarta. Ada beberapa kosa kata jawa seperti Sembur Adas, Sampak, Tlutur, Agun-agun, dan Gangsaran, itu semua adalah nama-nama gending dalam karawitan Jawa. Gending adalah lagu-lagu jawa yang sering dinyanyikan dalam acara-acara keraton. Dalam puisi ini menceritakan suasana pentas seni yang digelar di Bangsal Sri Manganti (Tempat untuk menerima tamu-tamu kerajaan). Pentas yang digelar dengan mengusung tari-tarian juga nyanyian keraton ini disaksikan oleh penonoton dari berbagai kalangan. Semua penonton menikmatinya. Ada yang menikmati keindahan musik dan tarian. Namun, ada juga yang menikmati kemolekan tubuh para penari.
Puisi berjudul “Syair Pengantin” menggambarkan tentang kehidupan pengantin baru. Kehidupan pengantin yang selalu dibingkai dengan keindahan dan keromantisan dua insan yang telah bersatu dalam suatu ikatan cinta sehidup semati. Puisi berjudul “Syair Ulang Tahun” menceritakan tentang seseorang yang sudah bertambah usianya. Ulang tahunnya dirayakan dengan sederhana saja. Hanya beberapa kado dan orang yang dicintainya. Puisi ini dipersembahkan penulis untuk seseorang yang sedang berulang tahun. Puisi berjudul “Syair dari Pematang” menceritakan tentang siklus kehidupan yang diawali dari menebar benih lalu menunggunya tumbuh dengan sabar dan telaten. Lalu kita akan memanen hasil yang kita tanam. Meski harus memakan usia dan kelelahan, tapi semua harus tetap dilalui. (Kertodadi, 2004). Puisi berjudul “Telaga Putri” menggambarkan tentang sebuah pencarian. Dalam puisi ini dituliskan pemandangan yang ada di kawasan wisata Telaga Putri yang syahdu. Penulis menciptakan suasana hati yang rindu dengan pencariannya yang tak kinjung temu. (Yogyakarta, 2005) Puisi berjudul “Utara” menceritakan tentang perjalanan suami istri yang telah lama membangun rumah tangga. Mereka melewati semua takdir kehidupan dengan penuh cinta dan kesetiaan diantara keduanya. (Yogyakarta, 2005).
Puisi berjudul “Syair dari Jalanan” menggambarkan tokoh bernama Melati. Melati digambarkan seorang wanita yang cantik dan juga anggun. Penulis sepertinya menyimpan perasaan kepada Melati. Terbukti pada kalimat “Diam-diam aku pun mencatatnya dalam sajak dengan baris-baris bergetar”. Puisi berjudul “Senja Madinah” menuliskan bahwa kita adalah manusia yang kerap berkelana untuk mencari sebuah makna kehidupan yang selalu dilengkapi dengan kegembiraan dan kesedihan. Manusia penuh dengan harapan-harapan yang kadang tercapai kadang juga gagal. Puisi “Siang Arafah” menceritakan tentang seseorang yang teringat akan sebuah kenangan kesedihan. Memohon dan meratap dalam suasana hening do’a kepada sang Maha. Tiba-tiba suara sang istri menganggu ke-khidmatannya dalam berdo’a. Ia pun bercerita pada istrinya tentang sebuah ilustrasi catatan amal berdosa. Puisi berjudul “Biarkan” menuliskan tentang sebuah mimpi yang harus kita gantung setinggi-tingginya agar dapat tercapai. Nantinya akan kita petik kesuksesannya dengan bahagia. Puisi berjudul “Sarapan Pagi BersamaMu” menggambarkan kerinduan terhadap kekasihnya. Ia selalu berdo’a dan menaruh harap dalam sajak-sajak yang ditulisnya. Rindunya telah teramat dalam untuk kekasihnya. Namun naas, rindunya tak berbalas.
Puisi berjudul “Di Pinggir Kolam, Malam-Malam” menggambarkan suasana malam hari di tengah kolam angsa. Tentang perasaan-perasaan yang tak terucapkan, terpendam dalam hati yang riuh dari mimpi-mimpi yang belum terwujud. Puisi berjudul “Malam Madinah” menuliskan tentang perenungan seseorang tentang masa lalunya yang kembali teringat. Puisi berjudul “Siang Makkah” menurut kami sulit untuk dipahami karena kalimatnya melompat-lompat dan menggunakan diksi-diksi dari kamus bahasa Jawa. Sepenenangkap kami, puisi ini menggambarkan suasana di Makkah yang cenderung panas. Mungkin saat menuliskan puisi ini, penulis sedang melaksanakan ibadah di tanah suci. Puisi berjudul “Jarak” menggambarkan tentang kerinduan penulis kepada kekasihnya. Jarak selalu memisahkan mereka berdua untuk bertemu sehingga menumbuhkan benih-benih rindu. Puisi berjudul “Mulutmu” menceritakan tentang bagaimana kerinduan akan bincang-bincang bagaimana saling mengucap rindu yang dia pun jauh disana. Sajak ini sangat menekankan pada kerinduan bincang-bincang pada kekasihnya. Puisi berjudul “Pelabuhan” ini menggambarkan tentang bagaimana seseorang yang terpisah oleh jarak, dia rindu terhadap pasangannya, dimana suatu tempat yang dijadikan saksi bagaimana perjalanan cinta keduanya. 
Puisi berjudul “Syair Anjing” bercerita tentang cinta yang selalu ada di setiap hari ,yang menembus hingga kedalam mimpi, yang kekasihnya pun mendengar rasa rindunya kala mereka bertatap muka saling meluapkan rasa. Puisi berjudul “Sekar” menggambarkan tentang harap dan apa yang diinginkan,berharap supaya apa yang tidak mungkin terjadi akan terbuka dengan lebar bagaimanapun mukjizatnya. Hingga kedua mata yang tak henti memikirkannya dan berharap dapat berbincang bersama dan saling meluapkan rasa rindunya. Puisi berjudul “Syair Pengantin” menceritakan tentang  bagaimana disaat merasa sendiri dalam kesepian, ia sangat merindukan sosok yang selalu ada didalam hatinya, selalu memikirkannya dan tak henti berharap perjuangannya akan berakhir manis. Dan mereka dapat hidup bahagia dengan tentram dan damai. Puisi berjudul “Surat Alfiah dari Makkah” tentang bagaimana seorang istri yang tidak ingin berhubungan badan dengan siapapun kecuali dengan suaminya, dia membayangkan bagaimana tempat yang menjadi titik kerinduan dengan suaminya. Tetapi kini suaminya milik orang lain dan dia tidak berhak lagi untuk dapat bersamanya. Puisi berjudul”Sebuah Goa di Puncak Bukit” menceritakan tentang sebuah goa yang berada di puncak bukit, dan harus menahan rindunya sebelum tiba saat pertemuan dengannya. Jangan dulu menanyakan dimana seseorang itu bersembunyi dan sebelum sampai ke goa tersebut. Puisi berjudul “Pintu Goa” menggambarkan tentang bagaimana seseorang jangan sampai berpikir macam-macam, dan harus bersabar menanti bagaimana pertemuan nanti. Puisi berjudul”Lautan Cahaya”tentang bagaimana suasana di pantai, dengan keindahan dan kesejukannya,yang rindu akan bincang-bincang dengannya.
Puisi berjudul “Bukit Cahaya” menggambarkan jangan sampai lupa akan jati diri saat sudah berada di goa. Harus saling menghargai kata demi kata hingga menjadi suatu kalimat yang sempurna. Puisi berjudul “Biarkan Aku Kembali” berkisah tentang seseorang yang ingin kembali pada masa lalunya, bagaimana dia ingin belajar menyatukan hati dan perasaannya hingga saling mencintai lagi. Puisi Berjudul “Melintasi Kotamu” menggambarkan tentang bagaimana perjalanan cinta yang terpisahkan oleh jarak dan bagaimana penuh kesabaran dalam menghadapi segala rintangan yang ada. Puisi berjudul “Pada Suatu Waktu” menceritakan tentang kesedihan yang terdalam yang harus rela menahan air matanya agar tidak terus bersedih memikirkan hal itu. Puisi berjudul “Belajar Berhitung” tentang bagaimana kekasihnya yang semakin hari semakin menghilang dan adanya ketidakpastian tentang hubungan keduanya. Puisi berjudul “Menapaki Jalanan” menggambarkan tentang bagaimana perjumpaan pertama keduanya yang begitu Panjang hingga mereka dengan hati- hati saling menjaga hati. Pada puisi berjudul "kampus upsi, Malaysia, suatu hari" penulis menggambarkan pertemuan seseorang dengan gadis yang sudah menunggunya, setelah sekian lama mereka menyusuri jalan berbeda. 
Pada puisi berjudul "syair Batari" penulis melukiskan ketika di Bukittinggi dengan kesedihan seseorang karena kematian orang yang penting baginya sebab sudah semakin tua usianya. Pada puisi berjudul "Jakarta" penulis menggambarkan seseorang yang mengingat kembali kenangan-kenangan dan mencoba berdamai dengan kenangan itu namun hatinya tak sanggup dengan takdir yang sudah ada. Pada puisi berjudul  "Puisi Sore Hari" penulis menggambarkan orang yang merenungi semua harapan-harapan yang di kukuhkannya dahulu harus hilang, dia bingung dan tidak harus mengapa. Pada puisi berjudul  "Ruang Pendadaran" penulis menggambarkan penyesalan seseorang terhadap hubungan tanpa status yang tidak jelas yang sekarang tinggal membuat rindu-rindu itu kosong. Pada puisi berjudul "Gerbong" penulis menggambarkan perjalanan seseorang pulang ke rumah menggunakan kereta dengan membayangkan masih bersama kekasihnya di rumah yang sama, tapi sekarang hanya rumah tanpa seorang yang bersamanya. Semuanya gelap, dia bingung dan tidak menemukan jalan yang ramah untuk melupakan kenangan tersebut. Pada  puisi berjudul "Batu Kali" penulis menggambarkan seseorang yang sudah pasrah dan mengikhlaskan semua takdir sang maha kuasa dengan untaian istighfar pada sajadah yang digelar. Pada puisi berjudul  "Melepas Matahari" penulis menggambarkan seseorang yang sudah melepaskan (matahari) semua kenangan mengikhlaskan semua takdir Tuhan. Dia pun mulai berusaha bangkit dari kesedihan untuk menemukan sebuah harapan baru dari kehidupan.
Pada puisi berjudul "Narasi Penyeberangan" penulis menggambarkan perantauan atau perjalanan seseorang dari tanah penuh kenangan yang telah menemukan hidup baru di tanah seberang. Dua hati ditautkan menuju sebuah ikatan. Membuat rumah dan mendayung bersama ke sebuah benua. Pada puisi berjudul "Idul Adha (1)" penulis menggambarkan kelahiran buah hati dari seorang ibu yang berkorban dan berjuang dengan ikhlas, tapi nampaknya seorang (suami) sedang kembali ingat kenangan dan menulis sebuah nama dalam kenangan tersebut. Do'a dari suami pun mulai dipanjatkan karena saking kaget dan senangnya. Pada puisi berjudul  "Idul Adha (2)" penulis menggambarkan lanjutan dari sajak Idul Adha 1 yaitu seorang suami yang teringat kembali perjuangannya dan kepasrahannya akan takdir maha kuasa. Do'a-do'a mulai meluncur dari jiwa-jiwa yang sedih karena gembira, namun do'a pun nampaknya membuat sang suami tidak bisa melupakan sebuah nama yang sudah ada dalam kenangan nya. Pada  puisi berjudul "Narasi Sehari-Hari" penulis menggambarkan kehidupan sehari-hari seseorang di tanah perantauan yang masih kental dengan tradisi bersama matahari baru (istri) yang saling bergandengan tangan menapaki kehidupan bersama-sama. Pada puisi berjudul "Notasi Keseharian (1)" penulis menggambarkan seseorang yang amat rindu dengan kekasihnya yang jauh, namun sang kekasih kian hari malah seperti tidak peduli. Angin pun bisa badai walaupun dia masih merasakan kehangatan kekasihnya kesunyian, gelisah, dan galau masih dapat dirasakan tanpa kehadiran kekasihnya. Dia pun belajar menata kehidupan itu lagi.
Pada puisi berjudul "Notasi Keseharian (2)" penulis menggambarkan seseorang yang rindu kekasihnya, tapi pesan pun tak pernah tersampaikan. Kesabaran lah yang membuat seeorang tersebut masih kuat dengan harapan-harapan yang akan datang. Pada puisi berjudul "Syair Air" penulis menggambarkan air adalah kekasihnya yang membuat pasang surut kehidupannya, bagaimanapun air itu akan tetap mengalir menuju lembahnya. Puisi yang berjudul "Kita pun Sampai" mengisahkan tentang pertemuan yang pada akhirnya bukanlah mimpi. Penantian panjang tidak lagi sia-sia. Mengajarkan kita untuk senantiasa bersabar dalam suatu kebaikan yang diharapkan. Di lain sisi, puisi ini juga menyelipkan unsur Jawa yang kental. Seperti tembang macapat dan kisah pewayangan. Puisi "Syair Puncak" bermakna akan kepercayaan dalam diri kita sendiri. Tidak ada puncak batasan yang dapat menjatuhkan kita kecuali diri kita sendiri. Puisi "Syair Bandar Udara" mengisahkan tentang kebingungan, ketidakpastian, kesepian, dan kisah pendosa. Puisi berjudul "Narasi Stasiun" berupa kisah perjalanan seseorang untuk menemui kekasihnya. Tidak melulu tentang cinta dan rindu. Puisi ini juga membahas keadaan yang biasanya terjadi dalam gerbong kereta api dan stasiunnya. Puisi "Secangkir Kopi" mengisahkan tentang kehidupan yang dibawa santai tanpa memikirkan beban yang berat. Di sini kita diajarkan untuk hidup dengan mesyukuri nikmat. Jangan tertekan dan malah membuat hidup semakin sulit. Dalam "Syair Pintu" mengisahkan tentang kehilangan kekasih hingga membuatnya kehilangan segalanya. Membuat kisah seolah cinta membutakan segalanya. Padahal cinta adalah wujud dari keikhlasan hati dalam menitipkan hati kepada seseorang.
Puisi Suminto A. Sayuti yang berjudul "Syair Pulang" menggambarkan kisah tentang kerinduan seorang kepada kekasih hatinya yang jauh. Ia menanti dalam ketidakpastian. Namun masih meyakini akan cintanya yang tulus. Kisah ini mengajarkan kita tentang arti kesabaran, penantian dengan penuh keikhlasan. Puisi "Narasi-Narasi Kecil" menggambarkan tentang kehidupan sesorang yang hanya dicari saat dibutuhkan saja. Ia diperalat untuk kepentingan semata lantas dibuang jika tak berguna. Puisi ini mengajarkan kita tentang arti menghargai seseorang. Bahwasanya semua orang itu sama haknya. Puisi berjudul "Pohon Trembesi-Pagi Songgoriti" mengisahkan cinta yang begitu besar. Penuh perjuangan dan pengorbanan untuk kekasih hati. Puisi "Syair Sangkar" mengisahkan tentang cinta yang sederhana. Tak perlu mewah, cukup rasakan kasih setulus jiwa. Puisi ini memberikan kita pelajaran tentang mencintai tanpa melukai. Saling menghargai dan menerima satu sama lainnya. Puisi yang berjudul "Rumah Kata" membicarakan tentang penyucian diri dan hati dari perbuatan yang tercela. Kita sebagai manusia terlahir suci. Maka iri dan dengki harusnya perlahan-lahan dihilangkan. Puisi "Syair Embun Pagi" mengisahkan tentang sepasang kekasih yang menikmati usia senjanya bersama. Menapaki hari-hari tua dengan penuh cinta. Tanpa memikirkan persoalan dunia yang memuakkan.
Puisi yang berjudul "Mari, Mari Belajar Lagi" mengajarkan kita untuk tidak sekedar belajar saja. Namun perlu adanya realisasi dalam kehidupan nyata. Belajar diperlukan untuk diri, kehidupan dan jiwa yang tentram. Puisi "Aroma Cempaka" menggambarkan kisah tentang seseorang yang mau dianggap keberadaannya padahal ia sudah tiada. Ia merasa dirinya dilupakan. Tidak dihargai bahkan oleh kekasihnya sendiri. Hal ini mengjarkan kita tentang arti menerima dengan lapang dada. Terhadap setiap cobaan yang memang diberikan kepada kita. "Episoda (2)" seseorang yang membayangkan keromantisan kotanya melalui sepasang kekasih yang bermesraan. Ia rindu kotanya dan rindu setiap sisi kehangatan yang dimilikin Pada sajak "notasi keseharian (1)" penulis menggambarkan seseorang yang amat rindu dengan kekasihnya yang jauh, namun sang kekasih kian hari malah seperti tidak peduli. Angin pun bisa badai walaupun dia masih merasakan kehangatan kekasihnya kesunyian, gelisah, dan galau masih dapat dirasakan tanpa kehadiran kekasihnya. Dia pun belajar menata kehidupan itu lagi. Puisi yang berjudul "Kita pun Sampai" mengisahkan tentang pertemuan yang pada akhirnya bukanlah mimpi. Penantian panjang tidak lagi sia-sia. Mengajarkan kita untuk senantiasa bersabar dalam suatu kebaikan yang diharapkan. Di lain sisi, puisi ini juga menyelipkan unsur Jawa yang kental. Seperti tembang macapat dan kisah pewayangan.
Puisi "Syair Puncak" bermakna akan kepercayaan dalam diri kita sendiri. Tidak ada puncak batasan yang dapat menjatuhkan kita kecuali diri kita sendiri. Puisi "Syair Bandar Udara" mengisahkan tentang kebingungan, ketidakpastian, kesepian, dan kisah pendosa. Puisi berjudul "Narasi Stasiun" berupa kisah perjalanan seseorang untuk menemui kekasihnya. Tidak melulu tentang cinta dan rindu. Puisi ini juga membahas keadaan yang biasanya terjadi dalam gerbong kereta api dan stasiunnya. Puisi "Secangkir Kopi" mengisahkan tentang kehidupan yang dibawa santai tanpa memikirkan beban yang berat. Di sini kita diajarkan untuk hidup dengan mesyukuri nikmat. Jangan tertekan dan malah membuat hidup semakin sulit. Dalam "Syair Pintu" mengisahkan tentang kehilangan kekasih hingga membuatnya kehilangan segalanya. Membuat kisah seolah cinta membutakan segalanya. Padahal cinta adalah wujud dari keikhlasan hati dalam menitipkan hati kepada seseorang. Puisi Suminto A. Sayuti yang berjudul "Syair Pulang" menggambarkan kisah tentang kerinduan seorang kepada kekasih hatinya yang jauh. Ia menanti dalam ketidakpastian. Namun masih meyakini akan cintanya yang tulus. Kisah ini mengajarkan kita tentang arti kesabaran, penantian dengan penuh keikhlasan. Puisi "Narasi-Narasi Kecil" menggambarkan tentang kehidupan sesorang yang hanya dicari saat dibutuhkan saja. Ia diperalat untuk kepentingan semata lantas dibuang jika tak berguna. Puisi ini mengajarkan kita tentang arti menghargai seseorang. Bahwasanya semua orang itu sama haknya. Puisi berjudul "Pohon Trembesi-Pagi Songgoriti" mengisahkan cinta yang begitu besar. Penuh perjuangan dan pengorbanan untuk kekasih hati. Puisi "Syair Sangkar" mengisahkan tentang cinta yang sederhana. Tak perlu mewah, cukup rasakan kasih setulus jiwa. Puisi ini memberikan kita pelajaran tentang mencintai tanpa melukai. Saling menghargai dan menerima satu sama lainnya. 
Puisi-puisi karya Prof. Dr. Suminto A. Sayuti ini sangat cocok dibaca oleh semua kalangan baik yang tua maupun yang muda. Karena di dalamnya tidak hanya menyinggung mengenai hubungan asmara namun juga terselip nilai-nilai budaya Jawa. Beliau mampu membalut puisi-puisimya dengan diksi yang indah. Banyak amanat yang dapat kita pelajari dari kumpulan puisi beliau. Prof. Dr. Suminto A. Sayuti tentunya ingin memberikan gambaran yang tepat mengenai hal tersebut agar para pembacanya dapat memetik pelajaran dan memperbaiki keadaan menjadi lebih baik. Namun tidak mengurangi nilai estetis dari puisi itu sendiri. Oleh karena itu, Bangsal Sri Mangasti sangat direkomendasikan untuk menjadi bahan bacaan kita beserta buku karya beliau yang lainnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Badai Sepanjang Malam karya Max Arifin-Drama

Dadaisme karya Dewi Sartika-Resensi Buku