Renungan Kloset dari Cengkeh sampai Utrecht karya Rieke Diah Pitaloka-Jurnal Buku



Judul: Renungan Kloset dari Cengkeh sampai Utrecht
Pengarang: Rieke Diah Pitaloka
Tahun Terbit: 2003
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 979-22-0267-6

Ada baiknya, 
merenung hidup
dalam kloset yang sepi
Tak perlu malu
mengenang, tersenyum atau menangis
Setelah itu, 
siram semua
bersiap menerima makanan baru
yang lebih baik dari kemarin

Penggalan puisi tersebut adalah salah satu kumpulan puisi karya Rieke Diah Pitaloka yang berjudul Renungan Kloset. Renungan Kloset dari Cengkeh sampai Utrecht adalah kumpulan puisi karyanya. Rieke Diah Pitaloka lahir di Garut, Jawa Barat, 9 Januari 1974. Sih telah lulus dari Fakultas Sastra Belanda Universitas Indonesia, ia mengikuti program Pasca Sarjana Ilmu Filsafat di universitas yang sama. 

Renungan Kloset, dari Cengkeh sampai Ultrecht merupakan buku kumpulan puisi pertamanya. Sebelum itu ia juga terlibat dalam gerakan pro-demokrasi di Indonesia, karena beberapa puisinya merupakan "laporan langsung" dari demonstrasi yang tengah diikutinya. Sementara puisi yang lain merupakan pencerminan dari pandangannya terhadap masalah sosial, politik, dan gender. Namun demikian, ia tetaplah seorang perempuan yang romantis, sehingga tema cinta tetap menjadi bagian dari kumpulan puisi ini. 

Renungan Kloset dari Cengkeh sampai Ultrecht berisi 40 puisi yang diantaranya adalah Bersama Kereta Malam, Ibu, Tegar, Suatu Senja Tanpa Lampu-Lampu Semanggi (Kita Anak Negeri), Sebuah Mimpi, Mempelai Wanita, Hujan 1, Hujan 2, Surat Kabar, Telegram, Setangkai Cinta, Waktu Tak Pernah Berbohong, Libas, Note, Menengok Angkasa, Surat Untuk Latifah, RRI, 06.00 WIB, Surat untuk Seorang Nyonya, Maaf, Bulan yang Gelisah, Tandatangani Saja, Renongan Kloset, Selamat Pagi Tuhan, Surat Kabar, Mencarimu, Sebuah Rindu, Pelangi, Lagu Rakyat Jakarta Abad 21, di Lapas Wanita Tangerang, Menjelang Subuh di Gang Doli, Kampret, Eksodus, Terlalu Lama Tak Diucap, Stasiun Lammenschans 12.30, Bersulang bagi Si Anak Hilang, Ketoprak Culas, Legian, Kuta 121002, Sepenggal Adegan, Mengapa Aku Sayang Padamu, Winternachten, dan Bendera. 

1. Bersama Kereta Malam
Puisi ini mengekspresikan kehidupan masyarakat yang disulitkan okeh politik dalam negeri sendiri. Mereka ingin merdeka. Dalam artian berani berpendapat dan berseru untuk hak yang telah dirampas. 
2. Ibu
Puisi ini mengemukakan tentang perasaan bersalah yang dialami oleh seorang anak. Dia merasakan sakit hati yang dialami oleh ibunya dan ingin membalaskannya kepada orang yang telah melakukannya. 
3. Tegar
Puisi ini mengekspresikan arti tegar yang tidak berarti apa-apa. Hanya sikap diam yang tidak mengurangi masalah yang ada. Tegar hanya menjadi saksi mata diantara kerasnya dunia. 
4. Suatu Senja Tanpa Lampu-Lampu Semanggi
Puisi ini mengemukakan perlawanan yang akhirnya dilakukan oleh rakyat kecil terhadap ketidakadilan yang diberikan oleh pemerintah. Mereka bersatu melewati para polisi yang sudah menghadang. Mereka ingin menuju kepada para tikus berdasi untuk meminta pertanggungjawaban.
5. Sebuah Mimpi
Puisi ini mengekspresikan ketakutan seorang wanita terhadap mimpi yang dialaminya. Ia tidak mau tergoda akan pangkat jabatan juga uang yang tak haram. Ia berusaha melawan dan tetap di jalan kebaikan.
6. Mempelai Wanita
Puisi ini mengemukakan tentang nasib seorang wanita yang salah dalam memilih pasangan. Cinta buta memaksanya untuk berpasrah menerima semua ketidakadilan. Hingga akhirnya ia bebas terbelenggu dan memperoleh kebahagiaannya. 
7. Hujan 1
Puisi ini mengekspresikan hujan sebagai saksi mata sebuah kisah percintaan. Ada sedih, bahagia kala dua manusia memutuskan untuk bersama. Meski itu, hujan akan selalu kembali menjadi kenangan kebersamaan. Entah itu kesedihan ataupun kebahagiaan. 
8. Hujan 2
Puisi ini mengemukakan seorang yang takut untuk menatap dunia. Ia merasa takut akan pandangan setiap orang kepadanya. Hingga seorang teman mengajaknya untuk berdamai dengan masa lalunya untuk menyembuhkan luka yang dulu pernah tercipta. 
9. Telegram
Puisi ini mengekspresikan kesedihan seseorang melihat negaranya hancur oleh tindakan manusi sendiri. Kesalahpahaman, adu domba, rebutan kekuasaan yang dilakukan oleh manusia yang membuat darah pada akhirnya tumpah di negeri sendiri. 
10. Setangkai Cinta
Puisi ini mengemukakan bunga-bunga asmara yang dialami oleh dua insan. Mereka memadu kasih dengan berbagai cara meski terhalang jarak dan waktu. Semua itu malah kian membuat rasa mereka semakin kuat. 
11. Waktu Tak Pernah Berbohong
Puisi ini mengekspresikan tentang keangkuhan laki-laki yang runtuh seketika di hadapan wanita. Rasa sombong sirna saat ia benar-benar merasakan kesepian. Ia butuh teman, namun di lain sisi dinding beku hatinya terlalu tebal. 
12. Libas
Puisi ini mengemukakan pencarian cinta sejati oleh seorang wanita. Ia ingin menemukan seorang lelaki yang tidak hanya melihat nafsu, namun juga murni memiliki kasih di hatinya. 
13. Note
Puisi ini mengekspresikan pencarian kebenaran dari pertanyaan mengenai Tuhan. Ia ingin tau tentang rahasia terbesar alam ini. Tentang Tuhan dan segala keajaibannya. 
14. Menengok Angkasa
Puisi ini mengemukakan kisah seorang anak kecil yang akhirnya berani metanap di dunia. Setelah sekian lama, akhirnya bisa bermain di luar rumah. Merasakan kembali rasa bahagia dan kehangatan yang dulu pernah hilang.
15. Surat untuk Latifah
Puisi ini mengekspresikan kerinduan seorang pria terhadap kekasihnya. Rindunya yang kian memuncak membuatnya mengungkapkan perasaan terfalamnya dalam selembar surat tanda rindunya. 
16. RRI, 06.00 WIB
Puisi ini mengemukakan kabar duka dari pemerintahan. Kematian orang-orang yang baik disambut kesedihan oleh semua orang. Namun juga disambut gembira pula oleh mereka yang merencanakan semua kegilaan itu. 
17. Surat untuk Seorang Nyonya
Puisi ini mengekspresikan rasa tidak suka para bawahan seorang Nyonya besar. Tingkah nyonya tak luputnya seorang wanita penggoda yang gila harta dan kekuasaan. Ia tak berhati, melakukan segala cara untuk mencapai puncak kejayaannya. 
18. Maaf
Puisi ini mengemukakan tentang sebuah perpisahan. Sekedar kata "maaf" untuk mengakhiri kisah cinta yang pernah terjalina begitu indah. 
19. Bulan yang Gelisah
Puisi ini mengemukakan kesepian seseorang karena terperangkat kota buatan yang kian mengerikan. Ia tak lagi bisa memandang indahnya dunia. Kembali terkekang ke dalam kehidupan yang menyesakkan. 
20. Tandatangani Saja
Puisi ini mengekspresikan kemarahan dan perasaan muak yang dialami oleh wanita atas pengkhianatan suaminya sendiri. Memutuskan hubungan kini adalah jalan terakhir untuk memadamkan sakit hati itu meskipun bertahan sementara. 
21. Renungan Kloset
Puisi ini mengemukakan kesukaran hati seseorang. Bahwa tidak semua masalah perlu diungkapkan, diutarakan. Kita dapat saja merenungi salam suatu waktu dan kemudian melupakannya di kemudian hari. 
22. Selamat Pagi Tuhan
Puisi ini mengekspresikan tentang kebahagiaan dan kelegaan hati seseorang saat melihat semuanya seimbang. Melihat makhluk lain bebas, sebebas hatinya yang kini tiada beban apapun.
23. Surat Kabar 2
Puisi ini mengemukakan tentang kehidupan. Saat semua berjalan seirama akan ditemukan pula keserasian di dalamnya. Penjual kabar mendapat uang, aku yang memperoleh berita terbaru, juga ibu yang memperoleh dua plastik abu gosok. 
24. Mencarimu
Puisi ini mengekspresikan tentang pencarian Tuhan. Tokoh aku berusaha mencari dimana adanya Tuhan yang patut disembah. Hingga akhirnya, ia bertemu dengan agama Islam. Agama seluruh umat. 
25. Sebuah Rindu
Puisi ini mengemukakan tentang kerinduan seseorang terhadap kampung halamannya. Ia rindu akan orang tuanya, suasana desa. Kini, hanya lingkungan kota yang pengap mengelilinginya. Bukan lagi lingkungan desa yang ramah akan keindahannya. 
26. Pelangi
Puisi ini mengekspresikan tentang kasih sayang seorang ayah terhadap anaknya yang tak lekang oleh waktu.
27. Lagu Rakyat Jakarta Abad 21
Puisi ini mengemukakan tentang jurang perbedaan yang begitu besar antara si kaya dan si miskin. Saat si miskin dalam kesusahan, si kaya hidup nyaman dengan uang rakyat yang segudang. Hal ini dilambangkan dengan banjir bandang yang dialami oleh mereka. 
28. di Lapas Wanita Tangerang
Puisi ini mengekspresikan seorang narapidana yang menanti kebebasannya. Meski ada traumatik yang tersisa, seperti depresi ataupun kehampaan. Namun di akhir penantiannya, rasa haru membuktikan kegembiraan yang akan segera ia rasakan saat sudah melihat dunia luar lagi. 
29. Menjelang Subuh di Gang Doli
Puisi ini mengemukakan kehidupan malam para pelacur. Dimana setiap gang di setiap malamnya, gang-gang itu ramai tawa dan suara genit para wanita. Hingga pada paginya, hanya tersisa bekas-bekas pelacur yang baru pulang dari bekerja kemarin malamnya. 
30. Kampret
Puisi ini mengekspresikan kehidupan yang penuh akan orang-orang bermasalah. Orang-orang mencaci mereka yang bertindak buruk dan mengucilkannya. Selalu seperti itu. Menghakimi tanpa pandang bulu. 
31. Eksodus
Puisi ini mengemukakan kisah tentang sebuah keluarga yang tergesa-gesa meninggalkan desanya. Mereka adalah korban perang yang berusaha untuk menyelamatkan diri. Eksodus sendiri berarti perbuatan meninggalkan tempat asal(kampung, kota, negeri) oleh penduduk secara besar-besaran. 
32. Terlalu Lama Tak Diucap
Puisi ini mengekspresikan para demonstran yang akhirnya menyuarakan pendapatnya tentang pemerintah, pemerintahan juga negeri mereka tercinta. Berusaha memendam sesuatu yang salah dan kini memutuskan untuk menyuarakan suara rakyat dengan lantang. 
33. Stasiun Lammenschans 12.30
Puisi ini mengemukakan tentang perjalanan para mahasiswa yang sebenarnya berujung pada ketidakadilan hak mahasiswa di negeri orang. Banyaknya demonstran yang berdemonstrasi menunjukkan betapa masalah itu kian memburuk. 
34. Bersulang bagi si Anak Hilang
Puisi ini mengekspresikan ironi tentang seorang anak yang hilang. Anak yang tidak dianggap di negerinya sendiri. Hadir hanya sekedar sebuah kesalahan belaka. 
35. Ketoprak Culas
Puisi ini mengemukakan tentang kenangan masa pemberontakan G30S/PKI. Sebuah penghormatan dengan menghargai jasa para leluhur bangsa. Mereka telah tiada namun kisahnya tak akan pernah terhenti meski lapuk di makan usia. 
36. Legian, Kuta 121002
Puisi ini mengekspresikan tentang kematian dan juga pemujaan terhadap agama Hindu. Dimana dalam puisi dijelaskan tentang upacara kremasi atau pembakaran untuk penyucian mayat. 
37. Sepenggal Adegan
Puisi ini mengemukakan cinta sesaat. Hanya nafsu birahi yang ada diantara dua manusia. Kenikmatan sesaat yang kemungkinan besar merusak segalanya. 
38. Mengapa Aku Sayang Padamu? 
Puisi ini mengekspresikan kebahagiaan seseorang dicintai dengan tulus oleh kekasihnya. Tanpa paksaan dan ikatan. Sebuah ketulusan dibalut kesederhanaan yang membuatnya jatuh pada pelukan kekasihnya. 
39. Winternachten
Puisi ini mengemukakan pendapat hati para turis asal Indonesia yang membandingkan kehidupan mereka di Indonesia dan Belanda. Kebiasaan dua negara yang sangat berbeda membuat mereka kurang nyaman. Hingga tanpa sadar, mereka merindukan kampung halamannya sendiri. 
40. Bendera
Puisi ini mengekspresikan tentang ironi bendera merah putih yang mulai kehilangan maknanya yakni sebagai pemersatu bangsa. Dulu ini adalah simbol kemerdekaan dan perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah. Kini ia tak lain hanya saksi bisu sebuah kesenjangan yang semakin besar antara rakyat dan pemerintah. Kini bendera merah putih sekedar bendera yang ditancapkan di tanah saja. 

Puisi-puisi karya Rieke Diah Pitaloka ini sangat cocok dibaca oleh semua kalangan baik yang tua maupun yang muda. Karena di dalamnya tidak hanya menyinggung kisah percintaan. Namun juga membahas pemerintahan, konflik sosial juga hubungan dengan Tuhan. Rieke mampu membalut puisi-puisimya dengan diksi yang indah. Banyak amanat yang dapat kita pelajari dari kumpulan puisinya. Oleh karena itu, Renungan Kloset dari Cengkeh sampai Utrecht sangat direkomendasikan untuk menjadi bahan bacaan kita.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Badai Sepanjang Malam karya Max Arifin-Drama

Dadaisme karya Dewi Sartika-Resensi Buku

Membaca Sastra Bangsal Sri Mangasti karya Suminto A. Sayuti